Apa cita-citamu Bunda?
Kalau sekarang mengingat dulu semasa kecil, ketika ditanya apa cita-citamu... entah Saya lupa Saya menjawab apa.
Yang Saya ingat, sejak Saya suka menulis di bangku SMP Saya ingin jadi Penulis. Lalu begitu Saya aktif di ekskul Jurnalistik ketika SMA, Saya ingin jadi jurnalis.
Namun, kini masa berganti. Episode kehidupan terus berjalan. Semasa mahasiswa Saya sempat ingin jadi Petugas Lapas wanita, karena empati terhadap mereka pada terpidana cukup besar.
Berikutnya, setelah S2, cita-cita saya kemudian menjadi dosen.
Ya kini mungkin memang sudah tercapai menjadi dosen. Meskipun dosen swasta yang mengajar kelas paruh waktu setiap weekend. Tapi cita-cita akan terus berubah dan meningkat sesuai episode kehidupan.
Kini Saya adalah seorang Ibu dari 2 anak. Perasaan, waktu dan energi Saya terfokus di sana, meski belum baik-baik juga.
Lalu apa cita-citamu Ibu?
Semoga ketika menulis ini, Allah meng ijabah, yang membaca pum mendoakan, Saya ingin mempunyai anak seorang hafidz atau hafidzoh. Saya yang lemah dalam hafalan, yang malas, yang tidak disiplin, tidak teratur ini ingin punya anak yang kelak semoga dapat menaikan derajat Saya di mata Allah.
Dulu sebelum menikah rasanya tidak mungkin. Betapa mustahilnya Saya atau keluarga Saya mempunyai anak keturunan yang hafidz atau hafidzoh penghapal Al Qur'an. Tapi setelah menikah, serasa harapan itu masih ada. Keluarga besar dari pihak Mama mertua adalah keluarga penghapal Al Qur'an. Kakak ipar dan bulik di Tulungagung dan kediri hafal 30juz. Sedangkan putri-putrinya sedang proses mengkhatamkan hafalan. Masya Allah. Semoga dari rahimku juga lahir para penjaga Al Qur'an, dihafal, dipelajari, diamalkan serta diajarkan. Aamin ya Robb..
Senin, 18 Januari 2016
Jalan Seribu Kebaikan
Menjadi Ibu Rumah Tangga, menanggalkan gelar dan karier - ini bukan paksaan siapapun. Ini murni keinginan pribadi. Banyak pertimbangan dan berbagai alasan. Akhirnya suatu keputusan dibuat dengan kesiapan menerima segala konsekuensi. Termasuk salah satunya konsekuensi 'jenuh', di mana si sulung jagoan yang mulai bermain fisik. Loncat-loncat lalu menggelinding. Sengaja menggelinding ke arah Ibu yang sedang hamil adiknya. Main gigit-gigitan, main tabrak-tabrakan. Padahal kalau diingat-ingat kami tak pernah memberi tontonan kekerasan. Sepertinya memang naluri si jagoan kecil.
(Ditulis sebelum melahirkan baby Maryam)
Seringkali terbesit, apakah keputusan menjadi Ibu Rumah Tangga ini adalah yang terbaik. Apakah tidak sungkan pada orangtua yang sudah membiayai sampai jenjang magister, apakah tidak sayang ilmu yang sudah didapat selama ini, apakah tidak jenuh, tidak bosan... dannnn apakah apakah yang lainnya.
Jika mengamati perkembangan teman-tenan di sekitar... rasanya mungkin iri dengan loncatan-loncatan yang sudah mereka capai. Betapa hebat mereka menjadi wanita karier atau jadi pebisnis hebat dengan rumah tangga yang juga terurus dengan baik.
Aah... tapi... mungkin yang tidak mereka miliki adalah 24jam bersama buah hati. Semoga tidak hanya secara fisik, tapi hati juga.
Sederhana saja, hanya ingin membaca semisal catatan malaikat,
-menemani suami ngobrol
-mencuci piring bekas makan suami dan anak
-segera berlari ketika baby Maryam menangis bangun tidur
-menyusui
-mengganti popok basah
-mencuci popok bekas kotoran
-dzikir pagi sambil menyusui
-memanaskan air untuk mandi anak2
-menggoreng lauk
-meghidangkan sarapan pagi
-memandikan baby
-membangunkan kakak dan menuntunnya doa bangun tidur
-tidak merepotkan suami dengan mengantar sendiri kakak ke playgroup sambil membawa baby
-menggendong baby sambil mendulang kakak yang belum mau makan sendiri
......
Seribu jalan kebaikan terbentang,
(Ditulis sebelum melahirkan baby Maryam)
Seringkali terbesit, apakah keputusan menjadi Ibu Rumah Tangga ini adalah yang terbaik. Apakah tidak sungkan pada orangtua yang sudah membiayai sampai jenjang magister, apakah tidak sayang ilmu yang sudah didapat selama ini, apakah tidak jenuh, tidak bosan... dannnn apakah apakah yang lainnya.
Jika mengamati perkembangan teman-tenan di sekitar... rasanya mungkin iri dengan loncatan-loncatan yang sudah mereka capai. Betapa hebat mereka menjadi wanita karier atau jadi pebisnis hebat dengan rumah tangga yang juga terurus dengan baik.
Aah... tapi... mungkin yang tidak mereka miliki adalah 24jam bersama buah hati. Semoga tidak hanya secara fisik, tapi hati juga.
Sederhana saja, hanya ingin membaca semisal catatan malaikat,
-menemani suami ngobrol
-mencuci piring bekas makan suami dan anak
-segera berlari ketika baby Maryam menangis bangun tidur
-menyusui
-mengganti popok basah
-mencuci popok bekas kotoran
-dzikir pagi sambil menyusui
-memanaskan air untuk mandi anak2
-menggoreng lauk
-meghidangkan sarapan pagi
-memandikan baby
-membangunkan kakak dan menuntunnya doa bangun tidur
-tidak merepotkan suami dengan mengantar sendiri kakak ke playgroup sambil membawa baby
-menggendong baby sambil mendulang kakak yang belum mau makan sendiri
......
Seribu jalan kebaikan terbentang,
Selasa, 12 Januari 2016
Kapan harus bekerja?
Sedang hangat2 Ibu Rumah tangga vs Ibu bekerja nggak sih?
Buat Saya itu persoalan yg agak basi. Mungkin baru bagi perempuan2 yang baru saja jadi Ibu atau baru menikah.
Pergulatan antara menjadi Ibu yang di rumah saja dengan menjadi Ibu bekerja sudah saya lalui beberapa tahun yang lalu.
Bagi Saya pribadi, kapan Saya harus memutuskan menjadi Ibu bekerja? Apalagi orangtua memberikan Saya bekal ilmu sampai S2. Sebenarnya harapannya Saya jadi dosen. Sudah sih, sudah jadi dosen, hanya saja masih di kampus swasta yang ngajarnya hanya akhir pekan karena mahasiswanya rata2 pekerja.
Kembali lagi, kapan Saya harus bekerja ?
1. Alasan utama dan satu2nya adalah jika Suami Saya sebagai kepala keluarga tidak bisa menafkahi karena sesuatu hal. Atau,
2. Bila Suami Saya seorang wirausaha yang sedang 'start up' sehingga mungkin membutuhkan modal, atau masih jatuh bangun. Demi masih mengepulnya asap kompor di dapur maka mungkin Saya akan pertimbangkan untuk bekerja di kantor atau sebagai dosen yang waktu siangnya lebih banyak di kampus.
3. Bila anak2 sudah besar2 dan waktu mereka lebih banyak dihabiskan di sekolah.
Lalu, bagaimana kondisi sekarang sehingga Saya memutuskan untuk di rumah saja?
Di rumah bukan berarti tidak menghasilkan ya.. karena banyak sekali produktivitas yang bisa dihasilkan Ibu di rumah.
Saat ini, Alhamdulillah syukur tiada tara, Suami Saya diizinkan Allah menggapai cita2nya sbg dosen. Dan bertambah syukur telah CPNS di UIN Maliki Malang.
Bukan soal kenyamanan mendapatkan gaji tetap, tapi soal tempat yang mapan untuk mengabdi, mengembangkan diri, berdakwah... dan tentu saja nafkah ada hal berikutnya yang patut sangat disyukuri. Sehingga saya bisa memilih antara kantor atau rumah.
Lalu apa saja yang Saya lalukan di rumah supaya tetap produktif?
Bahkan hanya membaca pun, sudah bisa disebut produktif.
Buat Saya itu persoalan yg agak basi. Mungkin baru bagi perempuan2 yang baru saja jadi Ibu atau baru menikah.
Pergulatan antara menjadi Ibu yang di rumah saja dengan menjadi Ibu bekerja sudah saya lalui beberapa tahun yang lalu.
Bagi Saya pribadi, kapan Saya harus memutuskan menjadi Ibu bekerja? Apalagi orangtua memberikan Saya bekal ilmu sampai S2. Sebenarnya harapannya Saya jadi dosen. Sudah sih, sudah jadi dosen, hanya saja masih di kampus swasta yang ngajarnya hanya akhir pekan karena mahasiswanya rata2 pekerja.
Kembali lagi, kapan Saya harus bekerja ?
1. Alasan utama dan satu2nya adalah jika Suami Saya sebagai kepala keluarga tidak bisa menafkahi karena sesuatu hal. Atau,
2. Bila Suami Saya seorang wirausaha yang sedang 'start up' sehingga mungkin membutuhkan modal, atau masih jatuh bangun. Demi masih mengepulnya asap kompor di dapur maka mungkin Saya akan pertimbangkan untuk bekerja di kantor atau sebagai dosen yang waktu siangnya lebih banyak di kampus.
3. Bila anak2 sudah besar2 dan waktu mereka lebih banyak dihabiskan di sekolah.
Lalu, bagaimana kondisi sekarang sehingga Saya memutuskan untuk di rumah saja?
Di rumah bukan berarti tidak menghasilkan ya.. karena banyak sekali produktivitas yang bisa dihasilkan Ibu di rumah.
Saat ini, Alhamdulillah syukur tiada tara, Suami Saya diizinkan Allah menggapai cita2nya sbg dosen. Dan bertambah syukur telah CPNS di UIN Maliki Malang.
Bukan soal kenyamanan mendapatkan gaji tetap, tapi soal tempat yang mapan untuk mengabdi, mengembangkan diri, berdakwah... dan tentu saja nafkah ada hal berikutnya yang patut sangat disyukuri. Sehingga saya bisa memilih antara kantor atau rumah.
Lalu apa saja yang Saya lalukan di rumah supaya tetap produktif?
Bahkan hanya membaca pun, sudah bisa disebut produktif.
Selasa, 05 Januari 2016
Gelondongan Jeruk, Bebatuan Besar, Skala Prioritas
Seorang adik tingkat di kampus bertanya pada Saya tentang Master Mind yang Saya tulis di grup WA2 Institut Ibu Profesional Malang Raya.
Master Mind Saya adalah tentang pengalaman Saya yang mulai belajar jahit menjahit meneruskan usaha Ibu Saya. Lalu dek Hida bertanya tentang manajemen waktu Saya dan bagaimana membagi waktu dengan usaha Saya yang lainnya.
@Hida : usaha lain herbalife ta maksudnya? Hehe.
Kalau saya singkatnya sih gini :
1. Tentukan prioritas waktu kita untuk apa aja ? *baca lagi konsep gelondongan jeruk dan beras di buku bunda cekatan. Kalau di Training MHMMD istilah yang dipakai adalah 'bebatuan besar'
"Gelondongan jeruk" Sy:
1. Ibadah
2. Anak
3. Suami
4. Orang tua dan Mertua
5. Menulis
6. Bisnis
Prioritas sesuai nomor urut.
2. Nah, berdagang/bisnis kan masuk point 6. Harus dipikirkan bagaimana caranya agar berbisnis/dagang itu tidak mencederai prioritas 1-5. Kecuali dalam hal amanah/profesionalitas.
3. Akhirnya sejak hamil saya memutuskan harus CUTI dulu dr bisnis Herbalife krn menuntut Sy harus sering keluar rumah.
4. Sy pun berpikir keras bagaimana agar tetap produktif scr financial tp tidak harus aering keluar2 rumah.
5. Akhirnya sy putuskan menjadi agen/reseller yang tidak perlu stok di rumah (tidak butuh modal besar) dan bisa dropship. Tp sy pasfikan barangnya terjamin kualitasnya. Nah inilah kemudian sy putuskan jd Book Advisor, reseller Jilbab Afra dan tanggaedukasi.com ( mainan edukatif, vcd/film edukatif). Saya hanya tinggal pegang hp dan iklan2.
6. Baru sebulan ini sy putuskan melanjutkan usaha jahit Ibu krn berbagai alasan yaitu Ibu sy sakit; usaha sudah berjalan mapan jd tinggal melanjutkan; mumpung Ibu sy masih bisa mengajarkan Sy maka sy pun akhirnya mau diajari; tidak perlu banyak meninggalkan rumah krn cuma motong2 di rumah Ibu (tiap pagi saya bawa anak2 sy ke rumah ibu dan sore pulang)
Sedangkan usaha sy yg lainnya tetap berjalan krn cm lewat hp. Transfer pun atm dekat atau bisa mobile banking.
Terkait manajemen waktu kembali lagi ke prioritas di atas tadi. Kalau bahasanya Bu Septi: "gelondongan jeruk".
Master Mind Saya adalah tentang pengalaman Saya yang mulai belajar jahit menjahit meneruskan usaha Ibu Saya. Lalu dek Hida bertanya tentang manajemen waktu Saya dan bagaimana membagi waktu dengan usaha Saya yang lainnya.
@Hida : usaha lain herbalife ta maksudnya? Hehe.
Kalau saya singkatnya sih gini :
1. Tentukan prioritas waktu kita untuk apa aja ? *baca lagi konsep gelondongan jeruk dan beras di buku bunda cekatan. Kalau di Training MHMMD istilah yang dipakai adalah 'bebatuan besar'
"Gelondongan jeruk" Sy:
1. Ibadah
2. Anak
3. Suami
4. Orang tua dan Mertua
5. Menulis
6. Bisnis
Prioritas sesuai nomor urut.
2. Nah, berdagang/bisnis kan masuk point 6. Harus dipikirkan bagaimana caranya agar berbisnis/dagang itu tidak mencederai prioritas 1-5. Kecuali dalam hal amanah/profesionalitas.
3. Akhirnya sejak hamil saya memutuskan harus CUTI dulu dr bisnis Herbalife krn menuntut Sy harus sering keluar rumah.
4. Sy pun berpikir keras bagaimana agar tetap produktif scr financial tp tidak harus aering keluar2 rumah.
5. Akhirnya sy putuskan menjadi agen/reseller yang tidak perlu stok di rumah (tidak butuh modal besar) dan bisa dropship. Tp sy pasfikan barangnya terjamin kualitasnya. Nah inilah kemudian sy putuskan jd Book Advisor, reseller Jilbab Afra dan tanggaedukasi.com ( mainan edukatif, vcd/film edukatif). Saya hanya tinggal pegang hp dan iklan2.
6. Baru sebulan ini sy putuskan melanjutkan usaha jahit Ibu krn berbagai alasan yaitu Ibu sy sakit; usaha sudah berjalan mapan jd tinggal melanjutkan; mumpung Ibu sy masih bisa mengajarkan Sy maka sy pun akhirnya mau diajari; tidak perlu banyak meninggalkan rumah krn cuma motong2 di rumah Ibu (tiap pagi saya bawa anak2 sy ke rumah ibu dan sore pulang)
Sedangkan usaha sy yg lainnya tetap berjalan krn cm lewat hp. Transfer pun atm dekat atau bisa mobile banking.
Terkait manajemen waktu kembali lagi ke prioritas di atas tadi. Kalau bahasanya Bu Septi: "gelondongan jeruk".
Kebahagiaan Terbesar Ibuku
Semoga tidak bosan, tema masih tidak jauh dari bab melahirkan..
Kebahagiaan terbesar Ibuku. Aku baru mendengarnya dari lisan Ibuku sendiri bahwa kebahagiaan terbesarnya (tentang anak-anak perempuannya - aku dan kakak sulungku-) adalah melahirkan, merawat, dan mendampingi persalinan normal kami. Itu beliau ungkapkan ketika aku menangis-nangis di pelukannya saat puncak kontraksi tiap 5-10 menit sekali di akhir2 pembukaan menuju lengkap. Aku menangis - seperti anak kecil.
Aku bersyukur, detik-detik menjelang melahirkan ditemani oleh Ibu yang melahirkanku. Jujur saja, Suamiku bukan orang yang telaten menyemangati. Beliau (Suamiku) hanya pasrah ketika aku meremas-remas jari jemarinya atau menggigit jaketnya ketika kontraksi datang. Sesekali Beliau mengeraskan dzikirnya tapi entah kenapa itu tidak banyak membantu. Mungkin Beliau juga bingung harus berbuat apa. Para Suami, para calon Bapak, persiapkanlah diri Anda sebagai calon supporter utama dalam persalinan istri Anda. Banyak-banyaklah membaca - apa yang harus dilakukan ketika mendampingi istrinya melahirkan. Beliau memang memijitiku, sesekali mengeraskan dzikirnya, tapi ternyata yang kubutuhkan lebih dari itu. Aku benar-benar butuh kata-kata. Aah, itulah kelemahan Beliau. Beliau tak pandai dalam kata-kata.
Akhirnya, setelah 16jam didampingi Beliau di kamar bersalin - kadang sambil berjalan-jalan di halaman, kantin, dan ruang tunggu - Ibu datang bakda adzan dan sholat Subuh. Ternyata Ibu sudah di RS sejak jam 3 pagi. Ada kelegaan karena kemudian Ibu yang mengganti Suami menjagaku. Suami pulang, istirahat dan ke kampus sebentar untuk absen.
Dijaga Ibu, sakit memang makin menjadi, tapi setidaknya banyak kata-kata yang kudengar yang membuatku bertahan.
"Semua Ibu yang melahirkan normal merasakan ini. Jangan merasa hanya kamu sendiri yang merasakan sakit seperti ini."
"Tugas umat Muslim itu kan menegakkan kalimat Allah. Untuk itu, orang muslim harus berkembang biak. Tugas untuk berkembang biak itu bertumpunya pada muslimah. Karena muslimah yang bertugas melahirkan. Jadi, ini kamu sedang melakukan tugasmu - melahirkan seorang anak."
"Inilah yang membuat seorang Ibu juga sakit kalau anaknya dilukai. Melahirkannya sulit begini kok anaknya disakiti orang lain."
"Ini juga yang membuat kamu sayang dan jangan mudah menyakiti anakmu. Melahirkannya sakit begini, kalau sudah lahir jangan disakiti, jangan disia-siakan."
Dan, yang paling membahagiakan adalah ketika akhirnya baby Maryam keluar, laku aku mengucap hamdallah dan terimakasih pada Ibu yang sudah mendampingi - Ibu lalu berkata, "Kebahagiaan terbesar seorang Ibu terhadap anak perempuannya adalah melahirkan dan mendampinginya melahirkan anaknya,"
Sebelumnya Ibu pun yang mendampingi kakak sulungku melahirkan normal.
Aah terharu. Ya Allah, panjangkan dan berilah barokah pada usiaku, agar kelak aku juga dapat mendampingi dan berkata demikian pada anak perempuan maupun menantuku.. aamiin.
Ketika masih dijaga Suami, aku bisa meremas-remas dan menggigit Suami sebagai pengalihan rasa sakit. Tapi begitu dijaga Ibu, tentunya tidak bisa 'melimpahkan'nya pada Ibu. Akhirnya aku meminta Ibu untuk mencubiti kuat-kuat pundak dan tanganku untuk mengalihkan rasa sakit.
Aku berkata pada Ibu, "Nanti kalau kontrajsinya datang lagi, Ibu tolong cubit aku kuat-kuat. Ibu inget-inget waktu aku bikin Ibu sebel, Ibu kan nggak pernah nyubit atau mukul aku, nah sekarang aja nyubitnya."
Tapi tak terduga, Ibuku menjawab, "ah, ya enggak. Kalau Ibu pernah sebel, sebelnya sudah hilang. Ya Ibu cubit supaya mengurangi sakitmu, bukan karena Ibu sebel/marah sama kamu."
Belakangan, setelah melahirkan, pundak dan tangan masih pegal-pegal dan ada memar sedikit karena bekas cubitan. :D
Malang, 24 Oktober 2015
Senin, 04 Januari 2016
Love From VBAC
Alhamdulillah Allahuakbar, atas izin Allah telah lahir anak kami yang kedua, perempuan dengan berat 3kg panjang 49cm pada hari Jum'at 9 Oktober 2015 pukul 09.40 dengan persalinan VBAC (Vaginal Birth After Cesar) oleh dr.Novina Spog di RS Puri Bunda Malang.
Terimakasih atas doa sahabat sekalian dan mohon doa agar generasi penerus kami menjadi hamba yang setia mengabdi pada Allah SWT, meneruskan perjuangan Rosulullah SAW serta berbakti pada orang tua..
Tidak lupa kami mohon maaf lahir batin jika kami ada salah.
Terimakasih secara khusus pada Bapak, Ibu, Ayah, Mama, beserta keluarga besar Zaim Abid Kurniati Rahayuni Iman Kurniadi serta mbak Yulis Indriana :)
Kami yang banyak lalai,
Kurniasih Bahagiati dan Walid Fajar.
KISAH VBAC
Masih banyak yang belum tau tentang VBAC. Bahasa awamnya VBAC adalah melahirkan secara normal setelah persalinan SC/operasi sesar pada persalinan sebelumnya.
Masih banyak yang mengira "sekali SC, SC seterusnya"
Oleh karena itulah kisah ini Sy tulis.. selain karena banyak yang bertanya scr personal pd Sy.
Jadi sejarahnya, pasca SC anak pertama, memang ingin ikhtiar lahiran normal, habis nifas dulu langsung pasang KB. Waktu itu anak pertama, Fatih, lahir Januari 2012.
Februari 2015 berencana ke klinik untuk lepas KB. Qodarullah, keduluan Allah krn ternyata sdh ada janin baby Maryam (nama lengkap menyusul :) ). Jadilah KB IUD tidak jadi diambil karena khawatir membahayakan janin.
Masalahnya, Saya tidak mencatat HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) Saya karena merasa 'aman' dengan adanya KB dan siklus haid Saya memang tidak teratur. HPHT diperlukan untuk menentukan HPL (Hari Perkiraan Lahir).
Sekilas info, anak pertama Fatih lahir SC tepat di HPL 8 Januari 2012 karena Saya divonis PER (Pre Eklamsi Ringan) dg tekanan darah 140/110 lalu langsung diberi pilihan SC, tidak ada jalan lain. Akhirnya krn awam dan cemas kami pun manut. Belakangan baru tau kalau PER msh bisa di induksi dulu (kalau menurut dr.Novina).
Pasca persalinan SC itu langsung mencari info tentang VBAC. Bagaimana pun, ingin merasakan melahirkan secara normal. Sempat khawatir karena resiko PER bisa berulang di anak kedua dan seterusnya. Tapi tetap berusaha positive thinking dan menyiapkan diri memenuhi syarat2 VBAC. Langkah pertama, yakni menjaga jarak kehamilan dengan KB.
Dan begitu tahu kalau hamil lagi, berusaha menjaga asupan nutrisis dan hal lainnya supaya PER tidak berulang; menjaga berat badan bayi agar tidak melebihi berat badan kakaknya ketika lahir dulu; dan yang terpenting adlaah mencari tenaga medis yang sabar dan telaten mendampingi dan menolong niat VBAC Saya.
Ya, semua tenaga medis yang berwenang tentunya mendukung VBAC selama memenuhi syarat, tapi mohon maaf Saya harus bilang bahwa standart pelayanan setiap dokter Spog berbeda-beda (yg menyebabkan standart tindakan yg diambil pun berbeda2). Sbg contoh, kalau di dr.Novina, dg rekam medis kehamilan pertama Saya yg PER, beliau akan memberi pilihan diinduksi dulu, baru jika gagal pilihan terakhir adalah SC. Namun di dokter Sy dulu langsung diputuskan SC.
Oleh karenanya hampir setiap bulan Saya berganti dokter dan bidan, dan survey Rumah Sakit demi menemukan tenaga media yang cocok untuk proses VBAC Saya.
Menjelang 7 bulan ke atas, hati memantapkan utk bersalin di Bidan Gentle & Natural Birth yang pernah beberapa kali menangani VBAC saudara2nya dan atas izin Allah berhasil.
Pertama datang ke sana langsung ditawari untuk mengikuti kelas prenatal. Kami dijelaskan a to z tentang kehamilan dan persalinan. Benarlah mottoyang tertulis dalam buku kontrolnya, bahwa "pengetahuan adalah kunci".
Bolehlah Saya bilang bahwa ini adalah bidan dengan kualitas pelayanan dokter. Jujur saja, sampai saat itu Saya belum pernah bertemu dengan tenaga medis yg menjelaskan selengkap dan sedetail itu.
Sampai hari H perkiraan hari lahir 27 September (ini HPL Saya yang tercepat dari perhitungan salah satu dokter yang Saya kunjungi) belum ada tanda-tanda apapun. Saya pun semakin resah menanti. Hanya ada kenceng-kenceng yang tidak sakit.
2 Oktober 201t, mulai ada kontraksi yang sedikit sakit dan rutin datang per 5 menit selama 2 jam. Lalu Saya ke Bidan dan dinyatakan pembukaan 1. Prinsipnya oleh Bidan disuruh sabar, baby tau saatnya kapan lahir. Saya pun disuruh pulang.
Hingga 5hari lamanya kontraksi tak lagi datang secara rutin. Malah sempat 2hari slow saja tanpa ada kontraksi. Akhirnya kontrol ke Bidan lagi dan oleh Bidan diminta ke dokter spog untuk NST. Bidan dan teman2 yang Saya tanyai merekomendasikan dr.Novina.
Keesokan harinya, kami ke dr.Novina. Beliau melihat di usg ari-ari sudah mulai tua, dan air ketuban sedikit. Tapi masih dimungkinkan bisa normal dengan syarat hasil NST bagus. Berat bayi 3,1kg menurut hasil usg dan diminta untuk pertahankan jangan melebihi kakaknya yang juga lahir 3,1kg. Alhamdulillah hasil NST bagus dan diminta kontrol seminggu lagi selama tidak ada keluhan dan tanda-tanda kontraksi..
Saya sempat heran ketika disuruh datang sepekan lagi. Sepekan lagi berarti sudah post date 42pekan. Tapi Saya lega dan positive thinking, hal ini berarti menandakan memang dr.Novina pun yakin Saya bisa normal. Saya semakin tenang ketika beliau mengingatkan agar Saya benar-benar minum banyak supaya air ketuban cukup.
Setelah diskusi dg orangtua dan suami, juga mengingat saran bidan bahwa "kalau ada anggota keluarga yang tidak setuju lahiran VBAC di sini (bidan), jangan dipaksakan mba, karena nantinya mempengaruhi prikologis mbak juga". Akhirnya, Saya memutuskan untuk melakukan persalinan normal VBAC di dr.Novina.
Malamnya, Alhamdulillah datanglah kontraksi rutin per 10 menit. Kamis siang bakda dhuhur kami baru berangkat ke RS Puri Bunda. Kenapa Puri Bunda? Selain karena BPJS ditanggung full sesuai kelas, RS tersebut Pro ASI dan bayi boleh dirawat di kamar Ibu. Ohya, just info bahwa dr.Novina praktek di Melati Husada dan Puri Bunda.
Begitu datang, setelah diperiksa ternyata sudah pembukaan 2. Saya pun langsung diantar ke ruang bersalin. Agak horor buat Saya menantinkontraksi di ruang bersalin, karena memang selama ini belajar gentle birth dengan bidan. Lalu Jam 8 malam pembukaan 3. Jam 4 pagi (hari Jum'at) pembukaan 4.
Sejak datang bakda dhuhur (Kamis) sampai jam 1 malam (Jum'at) ilmu relaksasi yang diajarkan Bidan msh bisa diaterapkan. Saya diajarkan jika kontraksi datang, tetap tersenyum, tarik nafas panjang, hembuskan perlahan sambil sugesti diri "nyaman, lembut, tenang..tidak trauma..tidak sakit...".
Tapi begitu di atas jam 1 malam, ilmu relaksasinya jebol. Rasa sakitnya makin menjadi, terutama di bagian bekas jahitan SC. Yang tadinya berpirinsip tidak akan mengerang dan menangis, akhirnya jebol juga. Sakitnya luar biasa. Saya pun menangis. Yang terlintas hanya, bahwa sakaratul maut, siksa kubur, dan siksa neraka jauh berkalilipat sakitnya dari sakitnya kontraksi ini. Rasa sakitnya tidak akan terlupakan, semoga mengingatnya bisa menghindarkan diri dari berbuat dosa.
Jam 4 pagi, Suami bergantian jaga dengan Ibu. Diperiksa ternyata sudah masuk pembukaan 4 tapi dengan kondisi bengkak. Kata Bidan jaga yang memeriksa, seharusnya mungkin sudah pembukaanb6, tapi karena ketika kontraksi datang Saya ikut mengejan, jadi bengkak dan kembali lagi ke pembukaan 4. Memang sejak jam 1 rasa sakitnya juga karena menahan agar jangan sampai mengejan.
Dijaga oleh Ibu, semakin menjadi jadi sakitnya. Hampir menyerah dan sempat bilang ke Ibu supaya minta di-SC lagi, tapi Ibu terus mengingatkan dan bertahan. Ada hikmahnya ditemani Ibu di detik-detik akhir menjelang persalinan, kalau suami yang menemani mungkin saja beliau tidak tega dan mengabulkan keinginan saya untuk SC lagi. kalau yg nemenin suami, mungkin akan dikabulkan utk SC lg. Waktu itu Suami pulang karena harus absen dulu ke kantor.
Alhamdulillah jam 8 pagi pembukaan 7 dan jam 9 lebih pembukaan lengkap. Dan lahirlah baby Maryam jam 9.40. Mengejan sekitar 30menit. Baby berhasil lahir di detik2 terakhir sebelum opsi mau di-vacuum. Begitu lahir, secara otomatis saya memanggilnya Maryam, seperti Bunda Maryam yang dalam Al Qur'an dikisahkan berpegangan pada pohon kurma ketika menahan sakitnya persalinan. Saya pun erat berpegangan pada suami dan Ibu bahkan meremas-remas mereka.
Alhamdulillah Allahuakbar bisa skin to skin begitu bayi lahir, dan ASI eksklusif tentunya.
#ODOPfor99days #day1
Terimakasih atas doa sahabat sekalian dan mohon doa agar generasi penerus kami menjadi hamba yang setia mengabdi pada Allah SWT, meneruskan perjuangan Rosulullah SAW serta berbakti pada orang tua..
Tidak lupa kami mohon maaf lahir batin jika kami ada salah.
Terimakasih secara khusus pada Bapak, Ibu, Ayah, Mama, beserta keluarga besar Zaim Abid Kurniati Rahayuni Iman Kurniadi serta mbak Yulis Indriana :)
Kami yang banyak lalai,
Kurniasih Bahagiati dan Walid Fajar.
KISAH VBAC
Masih banyak yang belum tau tentang VBAC. Bahasa awamnya VBAC adalah melahirkan secara normal setelah persalinan SC/operasi sesar pada persalinan sebelumnya.
Masih banyak yang mengira "sekali SC, SC seterusnya"
Oleh karena itulah kisah ini Sy tulis.. selain karena banyak yang bertanya scr personal pd Sy.
Jadi sejarahnya, pasca SC anak pertama, memang ingin ikhtiar lahiran normal, habis nifas dulu langsung pasang KB. Waktu itu anak pertama, Fatih, lahir Januari 2012.
Februari 2015 berencana ke klinik untuk lepas KB. Qodarullah, keduluan Allah krn ternyata sdh ada janin baby Maryam (nama lengkap menyusul :) ). Jadilah KB IUD tidak jadi diambil karena khawatir membahayakan janin.
Masalahnya, Saya tidak mencatat HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) Saya karena merasa 'aman' dengan adanya KB dan siklus haid Saya memang tidak teratur. HPHT diperlukan untuk menentukan HPL (Hari Perkiraan Lahir).
Sekilas info, anak pertama Fatih lahir SC tepat di HPL 8 Januari 2012 karena Saya divonis PER (Pre Eklamsi Ringan) dg tekanan darah 140/110 lalu langsung diberi pilihan SC, tidak ada jalan lain. Akhirnya krn awam dan cemas kami pun manut. Belakangan baru tau kalau PER msh bisa di induksi dulu (kalau menurut dr.Novina).
Pasca persalinan SC itu langsung mencari info tentang VBAC. Bagaimana pun, ingin merasakan melahirkan secara normal. Sempat khawatir karena resiko PER bisa berulang di anak kedua dan seterusnya. Tapi tetap berusaha positive thinking dan menyiapkan diri memenuhi syarat2 VBAC. Langkah pertama, yakni menjaga jarak kehamilan dengan KB.
Dan begitu tahu kalau hamil lagi, berusaha menjaga asupan nutrisis dan hal lainnya supaya PER tidak berulang; menjaga berat badan bayi agar tidak melebihi berat badan kakaknya ketika lahir dulu; dan yang terpenting adlaah mencari tenaga medis yang sabar dan telaten mendampingi dan menolong niat VBAC Saya.
Ya, semua tenaga medis yang berwenang tentunya mendukung VBAC selama memenuhi syarat, tapi mohon maaf Saya harus bilang bahwa standart pelayanan setiap dokter Spog berbeda-beda (yg menyebabkan standart tindakan yg diambil pun berbeda2). Sbg contoh, kalau di dr.Novina, dg rekam medis kehamilan pertama Saya yg PER, beliau akan memberi pilihan diinduksi dulu, baru jika gagal pilihan terakhir adalah SC. Namun di dokter Sy dulu langsung diputuskan SC.
Oleh karenanya hampir setiap bulan Saya berganti dokter dan bidan, dan survey Rumah Sakit demi menemukan tenaga media yang cocok untuk proses VBAC Saya.
Menjelang 7 bulan ke atas, hati memantapkan utk bersalin di Bidan Gentle & Natural Birth yang pernah beberapa kali menangani VBAC saudara2nya dan atas izin Allah berhasil.
Pertama datang ke sana langsung ditawari untuk mengikuti kelas prenatal. Kami dijelaskan a to z tentang kehamilan dan persalinan. Benarlah mottoyang tertulis dalam buku kontrolnya, bahwa "pengetahuan adalah kunci".
Bolehlah Saya bilang bahwa ini adalah bidan dengan kualitas pelayanan dokter. Jujur saja, sampai saat itu Saya belum pernah bertemu dengan tenaga medis yg menjelaskan selengkap dan sedetail itu.
Sampai hari H perkiraan hari lahir 27 September (ini HPL Saya yang tercepat dari perhitungan salah satu dokter yang Saya kunjungi) belum ada tanda-tanda apapun. Saya pun semakin resah menanti. Hanya ada kenceng-kenceng yang tidak sakit.
2 Oktober 201t, mulai ada kontraksi yang sedikit sakit dan rutin datang per 5 menit selama 2 jam. Lalu Saya ke Bidan dan dinyatakan pembukaan 1. Prinsipnya oleh Bidan disuruh sabar, baby tau saatnya kapan lahir. Saya pun disuruh pulang.
Hingga 5hari lamanya kontraksi tak lagi datang secara rutin. Malah sempat 2hari slow saja tanpa ada kontraksi. Akhirnya kontrol ke Bidan lagi dan oleh Bidan diminta ke dokter spog untuk NST. Bidan dan teman2 yang Saya tanyai merekomendasikan dr.Novina.
Keesokan harinya, kami ke dr.Novina. Beliau melihat di usg ari-ari sudah mulai tua, dan air ketuban sedikit. Tapi masih dimungkinkan bisa normal dengan syarat hasil NST bagus. Berat bayi 3,1kg menurut hasil usg dan diminta untuk pertahankan jangan melebihi kakaknya yang juga lahir 3,1kg. Alhamdulillah hasil NST bagus dan diminta kontrol seminggu lagi selama tidak ada keluhan dan tanda-tanda kontraksi..
Saya sempat heran ketika disuruh datang sepekan lagi. Sepekan lagi berarti sudah post date 42pekan. Tapi Saya lega dan positive thinking, hal ini berarti menandakan memang dr.Novina pun yakin Saya bisa normal. Saya semakin tenang ketika beliau mengingatkan agar Saya benar-benar minum banyak supaya air ketuban cukup.
Setelah diskusi dg orangtua dan suami, juga mengingat saran bidan bahwa "kalau ada anggota keluarga yang tidak setuju lahiran VBAC di sini (bidan), jangan dipaksakan mba, karena nantinya mempengaruhi prikologis mbak juga". Akhirnya, Saya memutuskan untuk melakukan persalinan normal VBAC di dr.Novina.
Malamnya, Alhamdulillah datanglah kontraksi rutin per 10 menit. Kamis siang bakda dhuhur kami baru berangkat ke RS Puri Bunda. Kenapa Puri Bunda? Selain karena BPJS ditanggung full sesuai kelas, RS tersebut Pro ASI dan bayi boleh dirawat di kamar Ibu. Ohya, just info bahwa dr.Novina praktek di Melati Husada dan Puri Bunda.
Begitu datang, setelah diperiksa ternyata sudah pembukaan 2. Saya pun langsung diantar ke ruang bersalin. Agak horor buat Saya menantinkontraksi di ruang bersalin, karena memang selama ini belajar gentle birth dengan bidan. Lalu Jam 8 malam pembukaan 3. Jam 4 pagi (hari Jum'at) pembukaan 4.
Sejak datang bakda dhuhur (Kamis) sampai jam 1 malam (Jum'at) ilmu relaksasi yang diajarkan Bidan msh bisa diaterapkan. Saya diajarkan jika kontraksi datang, tetap tersenyum, tarik nafas panjang, hembuskan perlahan sambil sugesti diri "nyaman, lembut, tenang..tidak trauma..tidak sakit...".
Tapi begitu di atas jam 1 malam, ilmu relaksasinya jebol. Rasa sakitnya makin menjadi, terutama di bagian bekas jahitan SC. Yang tadinya berpirinsip tidak akan mengerang dan menangis, akhirnya jebol juga. Sakitnya luar biasa. Saya pun menangis. Yang terlintas hanya, bahwa sakaratul maut, siksa kubur, dan siksa neraka jauh berkalilipat sakitnya dari sakitnya kontraksi ini. Rasa sakitnya tidak akan terlupakan, semoga mengingatnya bisa menghindarkan diri dari berbuat dosa.
Jam 4 pagi, Suami bergantian jaga dengan Ibu. Diperiksa ternyata sudah masuk pembukaan 4 tapi dengan kondisi bengkak. Kata Bidan jaga yang memeriksa, seharusnya mungkin sudah pembukaanb6, tapi karena ketika kontraksi datang Saya ikut mengejan, jadi bengkak dan kembali lagi ke pembukaan 4. Memang sejak jam 1 rasa sakitnya juga karena menahan agar jangan sampai mengejan.
Dijaga oleh Ibu, semakin menjadi jadi sakitnya. Hampir menyerah dan sempat bilang ke Ibu supaya minta di-SC lagi, tapi Ibu terus mengingatkan dan bertahan. Ada hikmahnya ditemani Ibu di detik-detik akhir menjelang persalinan, kalau suami yang menemani mungkin saja beliau tidak tega dan mengabulkan keinginan saya untuk SC lagi. kalau yg nemenin suami, mungkin akan dikabulkan utk SC lg. Waktu itu Suami pulang karena harus absen dulu ke kantor.
Alhamdulillah jam 8 pagi pembukaan 7 dan jam 9 lebih pembukaan lengkap. Dan lahirlah baby Maryam jam 9.40. Mengejan sekitar 30menit. Baby berhasil lahir di detik2 terakhir sebelum opsi mau di-vacuum. Begitu lahir, secara otomatis saya memanggilnya Maryam, seperti Bunda Maryam yang dalam Al Qur'an dikisahkan berpegangan pada pohon kurma ketika menahan sakitnya persalinan. Saya pun erat berpegangan pada suami dan Ibu bahkan meremas-remas mereka.
Alhamdulillah Allahuakbar bisa skin to skin begitu bayi lahir, dan ASI eksklusif tentunya.
#ODOPfor99days #day1
Langganan:
Postingan (Atom)