Selasa, 05 Januari 2016
Kebahagiaan Terbesar Ibuku
Semoga tidak bosan, tema masih tidak jauh dari bab melahirkan..
Kebahagiaan terbesar Ibuku. Aku baru mendengarnya dari lisan Ibuku sendiri bahwa kebahagiaan terbesarnya (tentang anak-anak perempuannya - aku dan kakak sulungku-) adalah melahirkan, merawat, dan mendampingi persalinan normal kami. Itu beliau ungkapkan ketika aku menangis-nangis di pelukannya saat puncak kontraksi tiap 5-10 menit sekali di akhir2 pembukaan menuju lengkap. Aku menangis - seperti anak kecil.
Aku bersyukur, detik-detik menjelang melahirkan ditemani oleh Ibu yang melahirkanku. Jujur saja, Suamiku bukan orang yang telaten menyemangati. Beliau (Suamiku) hanya pasrah ketika aku meremas-remas jari jemarinya atau menggigit jaketnya ketika kontraksi datang. Sesekali Beliau mengeraskan dzikirnya tapi entah kenapa itu tidak banyak membantu. Mungkin Beliau juga bingung harus berbuat apa. Para Suami, para calon Bapak, persiapkanlah diri Anda sebagai calon supporter utama dalam persalinan istri Anda. Banyak-banyaklah membaca - apa yang harus dilakukan ketika mendampingi istrinya melahirkan. Beliau memang memijitiku, sesekali mengeraskan dzikirnya, tapi ternyata yang kubutuhkan lebih dari itu. Aku benar-benar butuh kata-kata. Aah, itulah kelemahan Beliau. Beliau tak pandai dalam kata-kata.
Akhirnya, setelah 16jam didampingi Beliau di kamar bersalin - kadang sambil berjalan-jalan di halaman, kantin, dan ruang tunggu - Ibu datang bakda adzan dan sholat Subuh. Ternyata Ibu sudah di RS sejak jam 3 pagi. Ada kelegaan karena kemudian Ibu yang mengganti Suami menjagaku. Suami pulang, istirahat dan ke kampus sebentar untuk absen.
Dijaga Ibu, sakit memang makin menjadi, tapi setidaknya banyak kata-kata yang kudengar yang membuatku bertahan.
"Semua Ibu yang melahirkan normal merasakan ini. Jangan merasa hanya kamu sendiri yang merasakan sakit seperti ini."
"Tugas umat Muslim itu kan menegakkan kalimat Allah. Untuk itu, orang muslim harus berkembang biak. Tugas untuk berkembang biak itu bertumpunya pada muslimah. Karena muslimah yang bertugas melahirkan. Jadi, ini kamu sedang melakukan tugasmu - melahirkan seorang anak."
"Inilah yang membuat seorang Ibu juga sakit kalau anaknya dilukai. Melahirkannya sulit begini kok anaknya disakiti orang lain."
"Ini juga yang membuat kamu sayang dan jangan mudah menyakiti anakmu. Melahirkannya sakit begini, kalau sudah lahir jangan disakiti, jangan disia-siakan."
Dan, yang paling membahagiakan adalah ketika akhirnya baby Maryam keluar, laku aku mengucap hamdallah dan terimakasih pada Ibu yang sudah mendampingi - Ibu lalu berkata, "Kebahagiaan terbesar seorang Ibu terhadap anak perempuannya adalah melahirkan dan mendampinginya melahirkan anaknya,"
Sebelumnya Ibu pun yang mendampingi kakak sulungku melahirkan normal.
Aah terharu. Ya Allah, panjangkan dan berilah barokah pada usiaku, agar kelak aku juga dapat mendampingi dan berkata demikian pada anak perempuan maupun menantuku.. aamiin.
Ketika masih dijaga Suami, aku bisa meremas-remas dan menggigit Suami sebagai pengalihan rasa sakit. Tapi begitu dijaga Ibu, tentunya tidak bisa 'melimpahkan'nya pada Ibu. Akhirnya aku meminta Ibu untuk mencubiti kuat-kuat pundak dan tanganku untuk mengalihkan rasa sakit.
Aku berkata pada Ibu, "Nanti kalau kontrajsinya datang lagi, Ibu tolong cubit aku kuat-kuat. Ibu inget-inget waktu aku bikin Ibu sebel, Ibu kan nggak pernah nyubit atau mukul aku, nah sekarang aja nyubitnya."
Tapi tak terduga, Ibuku menjawab, "ah, ya enggak. Kalau Ibu pernah sebel, sebelnya sudah hilang. Ya Ibu cubit supaya mengurangi sakitmu, bukan karena Ibu sebel/marah sama kamu."
Belakangan, setelah melahirkan, pundak dan tangan masih pegal-pegal dan ada memar sedikit karena bekas cubitan. :D
Malang, 24 Oktober 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar