Senin, 18 Januari 2016

Jalan Seribu Kebaikan

Menjadi Ibu Rumah Tangga, menanggalkan gelar dan karier - ini bukan paksaan siapapun. Ini murni keinginan pribadi. Banyak pertimbangan dan berbagai alasan. Akhirnya suatu keputusan dibuat dengan kesiapan menerima segala konsekuensi. Termasuk salah satunya konsekuensi 'jenuh', di mana si sulung jagoan yang mulai bermain fisik. Loncat-loncat lalu menggelinding. Sengaja menggelinding ke arah Ibu yang sedang hamil adiknya. Main gigit-gigitan, main tabrak-tabrakan. Padahal kalau diingat-ingat kami tak pernah memberi tontonan kekerasan. Sepertinya memang naluri si jagoan kecil. 
(Ditulis sebelum melahirkan baby Maryam)


Seringkali terbesit, apakah keputusan menjadi Ibu Rumah Tangga ini adalah yang terbaik. Apakah tidak sungkan pada orangtua yang sudah membiayai sampai jenjang magister, apakah tidak sayang ilmu yang sudah didapat selama ini, apakah tidak jenuh, tidak bosan... dannnn apakah apakah yang lainnya.

Jika mengamati perkembangan teman-tenan di sekitar... rasanya mungkin iri dengan loncatan-loncatan yang sudah mereka capai. Betapa hebat mereka menjadi wanita karier atau jadi pebisnis hebat dengan rumah tangga yang juga terurus dengan baik.

Aah... tapi... mungkin yang tidak mereka miliki adalah 24jam bersama buah hati. Semoga tidak hanya secara fisik, tapi hati juga. 

Sederhana saja, hanya ingin membaca semisal catatan malaikat,
-menemani suami ngobrol
-mencuci piring bekas makan suami dan anak
-segera berlari ketika baby Maryam menangis bangun tidur
-menyusui
-mengganti popok basah
-mencuci popok bekas kotoran
-dzikir pagi sambil menyusui
-memanaskan air untuk mandi anak2
-menggoreng lauk
-meghidangkan sarapan pagi
-memandikan baby
-membangunkan kakak dan menuntunnya doa bangun tidur
-tidak merepotkan suami dengan mengantar sendiri kakak ke playgroup sambil membawa baby
-menggendong baby sambil mendulang kakak yang belum mau makan sendiri
...... 
Seribu jalan kebaikan terbentang, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar